Sabtu, 14 Agustus 2010

Kepergianmu


Pagi itu udara dingin menyerang tubuh yang terlapisi dengan selembar kain kusam. Tepat pukul 03.00 WIB, aku ingin pergi untuk buang air kecil, berjalan menuju pintu yang hanya berjarak 3 meter dari tempat tidurku, tetapi sebelum 2 meter menuju pintu keluar aku mendengar suara yang merintih kesakitan, ku coba tengok apa yang terjadi di tempat istirahat ibuku dan ayahku itu, ternyata aku melihat ibuku sedang memegang dada bagian kirinya dengan nafas yang sesak dan rintihan-rintihan kecil yang dikeluarkannya, melihat itu segeralah aku menghampirinya dan menenangkannya sambil berkata, "Ibu, ibu kenapa?, ibu sakit", Melihat ibu begitu kesakitan aku langsung berteriak meminta tolong, berharap ada seorang yang mendengar dan menolong, tapi pada saat itu tidak ada seorang pun yang mendengarkan teriakkanku, melihat keadaan ibu yang terus kesakitan aku hanya bisa menangis dan berdoa, tapi itu tidak meredakan sakit yang ibuku rasakan, aku terus berupaya untuk menolongnya, terlintas olehku untuk pergi meninggalkan ibu untuk mencari bantuan,"bu, tunggu ya, buni mau cari bantuan, itu tunggu ya", kataku padanya. Tetapi ibu memegang tanganku dengan keras, harapnya mungkin beliau mau aku menemani saat-saat kepergiannya, "ibu.... ibu, ibu kenapa, ibu jangan mati", kataku dengan tangis kencang. Dengan usia yang masih sangat muda aku harus melihat kematian ibuku, aku terus menangis tiada henti. Dengan nafas yang sesak ibu berusaha berkata padaku, iya melihatku dengan wajah yang berkeringat dan pucat lalu iya tersenyum dan berkata,"ibu tidak akan tinggalkan kamu sendirian, tapi ibu akan ada sama kamu dihatimu", ia berusaha menahan sakitnya sakit itu untuk berbicara padaku,"kamu jangan bikin onar lagi kalau ibu tidak ada, nanti tidak ada yang mau berteman sama kamu", katanya. Mendengar itu aku menjawab seruannya dengan menjanjikan hal itu padanya,"iya, ibu aku tidak akan nakal lagi, aku akan jadi anak yang baik tapi ibu tapi ibu tetap bersama ku ya. Aku janji". Tangisku tiada henti melihatnya tersiksa dengan penyakitnya itu. Dengan sekuat tenaga ibu berusaha memegang wajahku tapi belum saja tersentuh iya telah pergi meninggalkanku, pikiranku seketika itu hening... dan terdiam, dengan gemetar aku lihat wajah ibu, aku langsung menangis dan berteriak keras,"Ibu..... ibu..... ibu nggak boleh mati...., sedih tiada henti kurasakan, aku kembali mengingat saat-saat aku bersamanya, saat ia tersenyum, saat ia memarahiku, saat bersedih melihatku yang sering berkelahi, aku terus menangisi kepergiannya, hingga seorang datang menolong dan memanggilkan ambulan. Ia telah menyusul ayah, mereka telah bersama kembali dikehidupan sana, tapi kata ibu akan selalu ku ingat saat ia berkata kepadaku disaat kepergiannya.

1 komentar:

Mary Maria Magdalena mengatakan...

cerpennya kerenn, bagus dan menarik juga terharu sekali saat orang membacanya..,.

tetapp semangat yaa..

JBU ^^

Posting Komentar